Rangkuman Kabar Senin (17/1) mengulas perkembangan domestik dan mancanegara, diantaranya surplus neraca dagang tahun lalu berkat booming komoditas.
Badan Pusat Statistik mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2021 sebesar US$35,34 miliar. Ternyata, raihan ini merupakan surplus neraca dagang Indonesia paling subur dalam lima tahun terakhir.
Surplus terutama didorong oleh ekspor nonmigas yang tumbuh 41,52% secara tahunan menjadi US$219,27 miliar. Dari sisi impor, Indonesia menambah impor bahan baku sebesar 42,8% secara tahunan menjadi US$147,38 miliar. Adapun impor bahan baku mendominasi total nilai impor Indonesia sepanjang tahun lalu yakni US$196,2 miliar.
Gemilangnya neraca perdagangan Indonesia bikin pelaku pasar dan analis optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 akan makin ngegas dibanding tahun sebelumnya. Hal ini lantaran ekspor netto merupakan salah satu dari empat komponen penting yang membentuk pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Di samping itu, meningkatnya surplus neraca perdagangan juga bikin cadangan devisa Indonesia makin sehat. Selain berdampak baik pada fundamental ekonomi domestik, kenaikan cadangan devisa juga bikin Bank Indonesia punya amunisi lebih untuk intervensi pasar valas demi menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Kemudian, kenaikan impor bahan baku merupakan indikasi membaiknya geliat perekonomian dalam negeri. Industri dalam negeri diharapkan mampu mengolah bahan baku tersebut menjadi barang jadi, yang nantinya bisa mendongkrak nilai ekspor Indonesia menjadi lebih mumpuni.
Pemerintah memutuskan untuk melanjutkan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBM) untuk mobil baru berlanjut tahun ini. Namun, diskon pajak yang diberikan tidak sebesar tahun lalu.
Tahun ini, pemerintah membagi relaksasi berdasarkan dua kategori, yakni mobil LCGC (low cost green car) dengan harga di bawah Rp200 juta, serta mobil non-LCGC dengan harga di bawah Rp250 juta. Besaran diskon untuk kedua kategori berbeda, pun dengan jumlahnya yang akan semakin kecil di tiap kuartal.
Perpanjangan masa diskon PPnBM akan membantu penjualan mobil baru. Kondisi itu diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan konsumsi domestik dan bermuara ke pertumbuhan ekonomi.
Namun, besaran diskonnya yang akan terus susut hingga akhir tahun nanti mendorong masyarakat untuk membeli mobil di awal tahun. Sehingga, Indonesia mungkin akan melihat penjualan mobil terus menyusut seiring berakhirnya periode diskon PPnBM.
Baca juga: Kabar Sepekan: Batu Bara Jadi Sorotan, The Fed Bikin Geregetan
China membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 8,1% sepanjang 2021, jauh lebih maknyus ketimbang 2020 sebesar 2,3%. Kendati capaian ekonomi China terbilang tokcer, bank sentral China malah memangkas bunga acuan sebesar 10 basis poin (bps). Lho, kok begitu?
Meski negara tirai bambu tersebut sukses mencetak pertumbuhan ekonomi mumpuni tahun lalu, bank sentral China lebih memilih fokus pada kondisi ekonomi China kuartal IV lalu. Ternyata, China menorehkan pertumbuhan ekonomi 4% di kuartal IV 2021, terjun dari 4,9% di kuartal sebelumnya, gara-gara konsumsi masyarakat yang kian memble.
Langkah bank sentral China yang terbilang kontradiktif dengan data ekonomi harusnya terlihat sah-sah saja. Mengapa demikian?
Sobat Cuan perlu memahami bahwa pertumbuhan ekonomi dihitung dengan mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini dengan tahun lalu. Selisihnya (faktor pembilang) kemudian dibagi dengan PDB tahun lalu (faktor penyebut) dan hasilnya pun kemudian dikalikan dengan 100%.
Nah, tingginya pertumbuhan ekonomi China tahun lalu disebabkan karena faktor penyebutnya (PDB tahun 2020) cukup kecil. Hal ini terjadi sebab ekonomi China terbilang "sakit" gara-gara pandemi COVID-19.
Tetapi, pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa jadi tidak akan secemerlang tahun lalu karena faktor penyebutnya (PDB China tahun 2021) semakin tinggi. Dengan kata lain China bisa gagal mempertahankan pertumbuhan ekonominya di tahun ini.
Makanya, jika China ingin pertumbuhan ekonominya stabil, maka penggelontoran stimulus adalah hal rasional. Apalagi, China juga mengalami perlambatan inflasi yang memberi ruang bagi bank PBoC untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Namun, stimulus yang berlebihan juga bisa bikin ekonomi China overheating dan menyebabkan inflasi yang meradang.
Pemerintah Amerika Serikat mulai memburu investor Non-fungible token (NFT) sebagai subjek pajak. Pasalnya, pasar NFT saat ini telah mencapai US$44 miliar dengan penggemar garis keras yang juga meliputi nama-nama besar seperti Melania Trump dan Justin Bieber.
Tarif pajak yang dikenakan untuk transaksi NFT mencapai 37%, dengan estimasi total tagihan hingga miliar dolar AS. Pejabat Internal Revenue Service (IRS) mengatakan bahwa pengemplang pajak NFT dapat dikenai hukuman keras. IRS pun kini tengah meperjelas aturan dan mempersiapkan kemungkinan adanya lonjakan kasus pengemplangan pajak.
Potensi pajak yang berasal dari pasar NFT dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi pemerintah AS. Namun, tingginya tarif pajak yang dikenakan dapat menjadi sentimen negatif bagi dunia NFT yang baru saja naik daun.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Bloomberg, Berita Resmi Statistik, CNBC Indonesia
Bagikan artikel ini