Rangkuman kabar Rabu (23/2) mengulas perkembangan domestik dan mancanegara diantaranya inflasi RI yang tampaknya bakal menjadi-jadi dan ihwal Rusia yang kena batunya gara-gara ngajak ribut Ukraina!
Bank Indonesia mencatat uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai Rp7.643,4 triliun pada Januari, tumbuh 12,9% secara tahunan. Pertumbuhan dipengaruhi oleh uang beredar dalam arti sempit (M1) yang tumbuh 17,1% dan uang kuasi yang tumbuh 8,2%.
Perkembangan uang beredar juga sejalan dengan ekspansi keuangan pemerintah, akselerasi penyaluran kredit, dan perlambatan aktiva luar negeri bersih.
Tingginya pertumbuhan uang beredar di satu sisi merupakan imbas dari pertumbuhan ekonomi domestik. Jumlah uang beredar, utamanya yang disebabkan penyaluran kredit, merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas konsumsi dan investasi, dua faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, di sisi lain, kenaikan jumlah uang beredar berisiko menciptakan inflasi. Sehingga, jika itu terjadi, maka Bank Indonesia kemungkinan akan mengerek turun inflasi dengan mengurangi jumlah uang beredar melalui kebijakan moneter dan makroprudensial.
Kementerian Perdagangan akan mengatur harga acuan tahu dan tempe yang belakangan melonjak lantaran mahalnya harga kedelai impor. Hanya saja, pemerintah belum memberi kisi-kisi mengenai substansi dan waktu terbit beleid tersebut.
Sejalan dengan upaya tersebut, Kementerian Pertanian mendorong produksi 1 juta ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional agar tidak tergantung pada kedelai impor yang lagi mahal.
Sekadar informasi, saat ini cadangan kedelai nasional hanya sekitar 300 ribu ton alias cukup untuk memenuhi kebutuhan dua bulan ke depan saja. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun lalu impor kedelai RI mencapai 2,49 juta ton!
Kenaikan harga kedelai yang memicu kenaikan harga tahu dan tempe dapat mendorong inflasi volatile food. Kondisi ini berimplikasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi karena akan menekan daya beli masyarakat hingga mengakibatkan berkurangnya pemasukan produsen lantaran volume penjualan yang susut.
Inflasi yang disebabkan oleh volatile food, utamanya yang didorong oleh kenaikan biaya (cost-push), tidak mencerminkan ekspansi ekonomi. Karenanya, pemerintah perlu mengerahkan berbagai upaya untuk menjinakkan harga tahu dan tempe yang sudah menjadi salah satu makanan pokok bangsa Indonesia.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Bolak-Balik Revisi Aturan JHT, Rusia Bikin AS Makin Bete!
Amerika Serikat akhirnya menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia dalam bentuk blokade perdagangan dan pembiayaan asing ke negara tersebut.
Sanksi yang diterapkan AS secara nyata telah membekukan aset dua bank Rusia Vnesheconombank (VEB) dan bank negara Promsvyazbank (PSB). Tak ketinggalan, AS juga meminta investor AS dilarang membeli Surat Berharga Negara (SBN) Rusia di pasar sekunder mulai 1 Maret mendatang. Target kebijakan ini juga mencakup investor AS yang sebelumnya dilarang membeli obligasi valas pemerintah Rusia di pasar primer sejak 2014.
Tak hanya Amerika Serikat, Inggris juga memberlakukan sanksi serupa dengan menghentikan penjualan surat utang negara milik Rusia di London. Mulai bulan depan, Rusia bakal terisolasi dari pembiayaan asing, terutama aliran dana dari Amerika Serikat dan Eropa.
Sanksi ini mendarat ke Rusia menyusul niatan negara beruang merah tersebut untuk mengerahkan pasukan ke dua wilayah Ukraina yakni Luhansk dan Donetsk dengan dalih "misi perdamaian". Namun, negara barat mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan titik awal invasi Rusia ke Ukraina.
Sanksi tersebut dapat memukul telak sektor riil di Rusia yang bakal kehilangan sumber pendanaan asing. Tentu kondisi tersebut akan membuat prospek ekonomi Rusia jadi suram, kecuali jika Rusia dapat mencari sumber pendanaan dan pasar baru untuk mengganti pasar AS dan Eropa.
Pertumbuhan ekonomi Rusia yang ciut pun bisa jadi akan menurunkan permintaan ekspor dari Indonesia ke depan.
Masyarakat AS kian pesimistis terhadap prospek ekonomi AS ke depan. Hal ini tercermin dari nilai indeks keyakinan konsumen AS pada Februari yang bertengger di level 110,5, susut 0,6 poin dibanding bulan sebelumnya.
Pesimisme mereka dipicu oleh tingkat inflasi yang melambung ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Warga AS khawatir bahwa inflasi tersebut dapat mengikis daya beli mereka.
Kini, kekhawatiran masyarakat AS akan inflasi kian menjadi-jadi setelah harga minyak dunia diprediksi bakal terus meroket seiring meningkatnya ketegangan di Ukraina dan Rusia.
Namun, kelompok masyarakat apa yang paling cemas dengan ekonomi AS? Indeks tersebut menyebut bahwa kelompok usia 55 tahun ke atas dengan pendapatan kurang dari US$35.000 merupakan kelompok yang paling cemas akan masa depan.
Secara keseluruhan, meningkatnya kecemasan ini membuat rencana pembelian rumah, mobil dan perabotan di AS melemah bulan ini.
Ekspektasi yang rendah lantaran tingginya kecemasan terhadap prospek ekonomi dapat menekan spending masyarakat. Ini akan berdampak langsung terhadap capaian pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang masih didominasi oleh konsumsi.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang
Sumber: Bank Indonesia, Kontan, Bloomberg, Aljazeera, CNN Indonesia
Bagikan artikel ini