Rangkuman kabar Kamis (27/1) mengurai perkembangan domestik dan mancanegara, diantaranya realisasi investasi yang tumpah ruah baik di pasar modal maupun investasi langsung.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengurai saat ini terdapat 75 pipeline penawaran umum yang mengantre untuk mendulang dana sebesar Rp31,84 miliar di pasar modal. Jumlah tersebut belum termasuk tujuh penawaran umum yang telah terealisasi sejak awal tahun dengan nilai agregat Rp4,9 triliun.
Animo besar dari para emiten untuk mengumpulkan dana masyarakat lewat pasar modal tak terlepas dari kinclongnya pertumbuhan investor ritel di dalam negeri.
Sepanjang tahun lalu, jumlah investor ritel tercatat 7,5 juta investor alias tumbuh 93% dibanding tahun sebelumnya. Dana terhimpun di pasar modal pun melonjak signifikan hingga mencapai Rp363,28 triliun atau tumbuh 206% secara tahunan.
Tingginya animo masyarakat terhadap pasar modal mengindikasikan tingkat kesadaran investasi yang membaik, khususnya di kalangan milenial.
Tak hanya menguntungkan bagi masyarakat, tren ini juga menjadi sinyal positif agar perusahaan lain mau melantai di bursa saham domestik. Kenaikan jumlah emiten akan mempertebal kapitalisasi pasar domestik, sehingga bisa menarik minat investor asing untuk membenamkan dana di pasar dalam negeri.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi langsung sepanjang tahun 2021 mencapai Rp901,02 triliun, sedikit melampaui target semula yakni Rp900 triliun.
Secara lebih rinci, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh 10% secara tahunan menjadi Rp454 triliun, dengan porsi mencapai 50,4% dari total realisasi investasi Indonesia. Sementara itu, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di periode yang sama tumbuh 8,15 secara tahunan ke Rp447 triliun, yang mengambil 49,6% dari total realisasi investasi riil Indonesia sepanjang 2021.
Realisasi investasi yang tumbuh subur melampaui target berimplikasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2021. Sebab, investasis merupakan satu dari empat komponen penting pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga: Rangkuman Kabar: Ekonomi AS Mangkel, RI Sanksi Pengusaha Bandel
Ketua Federal Reserve, Jerome Powell memastikan The Fed akan melakukan segala cara untuk menahan laju inflasi tertingi dalam 40 tahun terakhir, termasuk menaikkan suku bunga acuan dan menyusutkan kepemilikan surat utang. Langkah tersebut, sesuai dengan kesepakatan para anggota Federal Open Market Committee (FOMC), akan dilaksanakan mulai bulan Maret mendatang.
Pada wawancara yang berdurasi 55 menit pasca dirilisnya hasil rapat FOMC bulan ini, Powell terdengar sangat hawkish.
"Ada risiko bahwa inflasi tinggi yang kita lihat akan berkepanjangan, ada risiko bahwa itu akan bergerak lebih tinggi. Kita harus berada dalam posisi dengan kebijakan moneter kita untuk mengatasi semua hasil yang masuk akal itu," ujar Powell.
Sementara itu, FOMC yang digelar dua hari terakhir masih memutuskan untuk menahan suku bunga acuan dalam target 0% hingga 0,25%.
Namun, mulai bulan depan, The Fed akan mengurangi nominal pembelian surat utang menjadi US$20 miliar per bulan dan hipotek berbasis sekuritas US$10 miliar per bulan. Saat program ini berakhir bulan depan, para investor meyakini bahwa The Fed bakal bersikap lebih hawkish dari perkiraan.
Sikap hawkish the Fed akan mengakhiri era 'easy money' yang mendorong perekonomiannya berputar cepat sehingga berdampak pada naiknya tingkat inflasi. Akibatnya, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah dan bunga pinjaman di AS akan meningkat.
Imbasnya, negara berkembang seperti Indonesia berpotensi mengalami capital outflow sebab investor tentu makin tak selera masuk ke pasar saham maupun pasar obligasi pemerintah domestik.
Oleh karenanya, Bank Indonesia perlu memastikan kebijakan makroprudensial yang mumpuni agar iklim investasi di Indonesia, utamanya pasar obligasi pemerintah, tetap menarik. Selain itu, BI juga perlu mengantisipasi fluktuasi nilai tukar yang parah jika capital outflow benar-benar terjadi.
Kontrak berjangka Crude Palm Oil (CPO) alias minyak sawit mentah di Bursa Malaysia Derivatives hari ini menembus posisi MYR 5.426 per ton. Ini merupakan titik tertinggi sepanjang masa, namun, masih potensial untuk bearish dalam beberapa hari mendatang.
Pasalnya, analis Reuters mengurai titik resisten dari harga CPO ada di level MYR5.484 per ton. Jika level itu tertembus, siap-siap saja CPO bakal to the moon hingga level MYR 5.580 hingga 5.806 per ton.
Sang analis juga mengatakan, support dari harga saat ini ialah MYR 5.366 per ton. Jika support tertembus, maka bukan mustahil harga CPO bisa ciut hingga MYR 5.292 per ton.
Prospeknya, harga CPO cenderung bearish lantaran harga minyak kedelai dan minyak jagung juga naik. Apalagi, kenaikan tak hanya terjadi di bursa Malaysia, melainkan juga pasar Eropa dan India.
Tingginya harga CPO akan menguntungkan neraca perdagangan yang mendulang surplus tebal dari nilai komoditas yang sedang meroket. Tapi, tren ini bisa mengancam suplai CPO dalam negeri yang seret lantaran pengusaha lebih memilih untuk mengekspornya dengan harga yang lebih menggiurkan.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: CNN Indonesia, Bloomberg, Federal Reserve, CNBC Indonesia
Bagikan artikel ini