Selamat sore, Sobat Cuan! Rangkuman Kabar kembali hadir menyapa kamu semua. Kali ini, Rangkuman Kabar mengulas sikap moneter Bank Indonesia dan The Fed yang bertolak belakang. Selain itu, ada apa lagi, ya? Yuk, simak selengkapnya di sini!
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate di angka 3,5%. Selain itu, otoritas moneter tersebut juga mempertahankan suku bunga deposit facility dan lending facility masing-masing di 2,75% dan 4,25%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi global maupun domestik. Di saat yang sama, Perry juga menegaskan bahwa ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh antara 4,7% hingga 5,5% di tahun ini.
Langkah tersebut mengindikasikan bahwa BI masih memfokuskan kebijakannya di pemulihan ekonomi dalam negeri. Pasalnya, sikap BI yang masih menahan suku bunga acuan tentu akan mengerek penyaluran kredit konsumsi dan investasi, dua aspek utama pendorong pertumbuhan ekonomi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, potensi nilai bisnis Metaverse global bisa menyentuh Rp21.500 triliun pada 2030 alias melonjak tajam dari "cuma" Rp650 triliun di 2019. Lembaga pengawas jasa keuangan itu menyebut, estimasi tersebut berasal dari riset yang dilakukan firma konsultasi bisnis Price Waterhouse Cooper (PwC).
Menanggapi data tersebut, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan OJK Tris Yulianta mengatakan, OJK tentu akan mendukung adopsi teknologi tersebut di Indonesia sebagai bagian dari akselerasi transformasi teknologi lembaga jasa keuangan.
"Meskipun metaverse teknologi baru, kita sama-sama belajar mengoptimalkan perkembangan teknologi," ujar Tris.
Potensi bisnis Metaverse yang jumbo di masa depan seharusnya sudah bisa diantisipasi oleh regulator dengan menyediakan peraturan-peraturan yang mendukung. Sehingga, Indonesia bisa mengokohkan diri sebagai hub Metaverse dan kecipratan cuan terlebih dulu dari bisnis anyar tersebut.
Baca juga: Pluang Pagi: The Fed Kerek Bunga, Saham AS & Kripto Kian Perkasa!
Setelah lama diantisipasi, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed akhirnya mengerek suku bunga acuan Fed Rate sebesar 25 basis poin pada rapat Komite Pasar Federal Terbuka (FOMC), Rabu (16/3). Peristiwa ini sekaligus menandai pertama kalinya The Fed menaikkan suku bunga acuan setelah melakukannya terakhir kali pada 2018 silam.
Di kesempatan yang sama, The Fed juga mengumumkan bakal mengerek suku bunga acuan sebanyak enam kali di sisa tahun ini hingga berada di kisaran 1,9%.
Kenaikan suku bunga acuan The Fed tentu akan membuat pelaku pasar lebih memilih menempatkan instrumen yang cuan kala rezim bunga tinggi, misalnya tabungan dan obligasi pemerintah AS. Implikasinya, pelaku pasar bisa "pulang kampung" ke AS dan menyebabkan arus modal keluar dari dalam negeri.
Namun, pelaku pasar nampaknya tidak akan syok lagi dengan arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Pasalnya, The Fed sudah membeberkan jumlah kenaikan bunga acuan yang akan dilakukan pada tahun ini.
Nah, dengan demikian, pelaku pasar kemungkinan bisa segera mengatur portofolio investasinya sedini mungkin dan tak akan mengubahnya dalam jangka waktu dekat, sehingga pasar finansial bisa tetap stabil.
Otoritas China berjanji akan menstabilkan pasar modal yang terkapar, melonggarkan regulasi bagi perusahaan internet, dan menyokong pertumbuhan sektor properti dan finansial di negeri panda tersebut melalui serangkaian regulasi. Hal tersebut terkuat di dalam rapat ekonomi tingkat tinggi pemerintah China yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri China, Liu He.
Langkah itu diharapkan bisa membantu China untuk meraih impian pertumbuhan ekonominya sebesar 5,5% pada tahun ini. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi sinyal bahwa pemerintah China memfokuskan kebijakannya pada kepentingan investor.
Niatan pemerintah China tersebut diharapkan dapat menambah deras arus investasi yang masuk ke negara tersebut. Jika arus investasi kian deras, maka dunia usaha di China akan semakin mudah mengekspansi bisnisnya.
Nah, jika itu terjadi, maka Indonesia juga bisa kecipratan cuan. Pasalnya, ekspansi bisnis di China bisa membuat permintaan impor bahan baku Indonesia ikut meningkat dan mempertebal surplus neraca dagang Indonesia.
Baca juga: Pluang Insight: Mengadu Prospek Alibaba & Baidu Pasca Jadi Bintang Dadakan
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang
Sumber: CNN Indonesia, Republika, Bloomberg, Bloomberg
Bagikan artikel ini