Selamat sore, Sobat Cuan! Rangkuman Kabar kembali hadir menyapa kamu semua dengan kabar ekonomi pilihan baik dari dalam maupun luar negeri. Di antaranya adalah sikap warga Indonesia yang ngerem belanja hingga harga minyak yang akhirnya oleng! Simak selengkapnya di sini!
Bank Indonesia (BI) mengatakan masyarakat Indonesia nampak mengerem nafsu belanja dan konsumsinya pada Februari. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari di angka 202,8, turun dari angka 209,6 di Januari.
BI juga mengatakan, pertumbuhan nilai penjualan eceran pada Februari terkontraksi 3,2% dibanding bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pelemahan penjualan suku cadangan, makanan, minuman, dan tembakau.
Di laporan yang sama, BI juga mengumpulkan responden yang memperkirakan bahwa tekanan inflasi akan menguat pada April karena tingginya permintaan pada Ramadan. Ekspektasi itu terlihat dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) April di angka 139,1, meningkat dibanding 129,2 pada bulan sebelumnya.
Sikap masyarakat Indonesia yang menahan belanja tentu akan menurunkan pertumbuhan konsumsi. Sayangnya, penurunan laju konsumsi tentu akan menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga mengungkapkan kecemasannya atas inflasi yang tinggi pada dua bulan mendatang. Sehingga, pemerintah harus mengantisipasinya dengan berbagai kebijakan yang fokus menstabilkan harga kebutuhan pokok.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Naik Pesawat Tak Perlu Antigen, Rusia Bikin Senewen!
Pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) memastikan masih akan menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite di tengah tingginya harga minyak dunia. Langkah ini dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat.
'Kami sepenuhnya mendukung kebijakan Pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional, sehingga meski harga minyak dunia menembus US$130 per barel, Pertamina terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memutuskan harga Pertalite akan tetap di harga jual Rp7.650 per liter,' ucap Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, kenaikan harga minyak dunia tentu akan menambah subsidi energi pemerintah. Namun menurutnya, pemerintah memilih untuk menstabilkan ekonomi nasional untuk saat ini.
Harga BBM yang stabil tentu akan menahan laju inflasi. Jika laju inflasi dapat ditekan, maka masyarakat akan kian tergugah untuk konsumsi dan ujungnya akan menopang pertumbuhan ekonomi.
Duta Besar Uni Emirat Arab bagi Amerika Serikat Yousuf Al Otaiba mengatakan bahwa negaranya akan mendukung organisasi negara-negara pengekspor minyak mentah (OPEC) untuk meningkatkan produksinya. Ia juga mengatakan, negara OPEC harus 'patungan' untuk mengisi kekosongan pasokan minyak dari Rusia agar harga minyak bisa kembali stabil.
Seperti yang diketahui sebelumnya, pasokan minyak dunia saat ini tertahan setelah AS menjatuhkan embargo minyak kepada Rusia. Hal tersebut rupanya menjadi salah satu biang keladi meroketnya harga minyak dalam beberapa waktu terakhir.
Komentar tersebut sukses bikin harga minyak sempat terjun bebas. Pada penutupan sesi kemarin, harga minyak mentah Brent untuk kontrak Mei amblas 13,2% ke US$111,14 per barel. Ini merupakan persentase penurunan terparah sejak 21 April 2020.
Jika langkah UEA diikuti oleh negara anggota OPEC lainnya, maka suplai minyak dunia di pasaran akan kembali membuncah. Hal ini tentu akan menyebabkan harga minyak dunia melandai. Harga minyak yang turun tentu akan berdampak luas bagi perekonomian, mulai dari penurunan ongkos logistik, harga BBM, hingga biaya bahan baku industri.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Minyak Goreng & Minyak Mentah Kompak Jadi Sorotan!
Departemen Ketenagakerjaan AS mengatakan jumlah lowongan pekerjaan di negara Paman Sam tersebut tercatat 11,26 juta lowongan pada Februari, turun 185.000 dibanding Januari. Kendati demikian, angka tersebut masih mendekati rekor tertingginya sepanjang masa yakni 11,44 juta lowongan di Desember 2021.
Ekonom menyebut, kondisi ini mengindikasikan bahwa dunia usaha masih belum mampu menyerap tenaga kerja secara maksimal.
Salah satu biang keladinya adalah permintaan gaji pelamar kerja yang lebih tinggi dibanding kemampuan keuangan perusahaan. Di saat yang sama, dunia usaha sendiri saat ini juga tengah mengalami kenaikan beban gaji yang meningkat plus inflasi bahan baku.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja di AS masih terbilang ketat dan belum mencapai status full employment sepenuhnya. Hal ini tentu akan menjadi pertimbangan bank sentral AS The Fed sebelum mengubah arah kebijakan moneternya pada bulan ini.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang.
Sumber: CNN Indonesia, CNN Indonesia, Reuters, Reuters
Bagikan artikel ini