Rangkuman kabar Rabu (12/1) mengurai perkembangan domestik dan mancanegara, diantaranya harga batubara yang menjinak berkat dibukanya kembali keran ekspor.
Harga batu bara global terpantau menyusut pasca Indonesia kembali membuka keran ekspor batu baranya. Pada hari ini, harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak Februari susut menjadi US$160 metrik ton dari angka tertingginya yakni US$200 per metrik ton. Bahkan, harga kontrak Maret terkoreksi hingga level US$153,35 metrik ton.
Terbukanya kembali keran ekspor batubara dari Indonesia berimplikasi pada pulihnya suplai dunia sehingga lonjakan inflasi global dapat ditekan. Kemudian, terbukanya kembali keran ekspor batu bara akan membantu mengerek nilai surplus neraca perdagangan Indonesia. Alhasil, pundi-pundi cadangan devisa Indonesia akan bertambah.
Namun, penurunan harga batu bara juga bisa berimbas ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikantongi pemerintah dari sektor minerba. Selain itu, dampak utamanya, Indonesia akan kekurangan potensi pasokan batu bara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebutkan, batu bara bukan satu-satunya komoditas andalan yang bakal berpengaruh besar terhadap neraca dagang RI tahun ini. Selain batu bara, ada nikel, crude palm oil (CPO) dan karet yang harganya sedang uptren dan akan mendukung kinerja ekspor setidaknya hingga pertengahan tahun nanti.
Sebagaimana batu bara, harga CPO juga mengalami kenaikan harga hampir 200% dibandingkan level pra pandemi. Sementara nikel dan karet saat ini sedang naik daun seiring dengan pulihnya perekonomian dunia.
Secara historis, era booming komoditas selalu efektif mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagaimana yang terjadi pada tahun 2009 lalu. Jika pengusaha, investor dan pelaku ekonomi dapat memanfaatkan era booming komoditas dengan baik untuk melakukan ekspansi usaha, maka efek penggandanya bagi ekonomi akan sangat besar, baik dalam bentuk penambahan jumlah tenaga kerja atau kenaikan konsumsi masyarakat.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Vaksin Booster Gratis, Drama Batu Bara Gak Habis-Habis
Bank dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,3% menjadi 4,1% di tahun ini. Adapun tiga faktor yang mendasarinya adalah menanjaknya angka penularan COVID-19, dukungan kebijakan stimulus yang berkurang, dan momok rantai pasok yang terus berlanjut.
Ekonom World Bank Ayhan Kose mengurai perlambatan terjadi pada pasar negara berkembang, sementara negara maju malah mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi. Tren ini juga diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2023 dimana output tahunan negara berkembang masih berada dibawah level pra pandemi.
Jika negara maju mengalami pertumbuhan ekonomi yang robust saat negara berkembang dan negara miskin kesulitan untuk sekedar mengembalikan tren pra pandemi, maka akan terjadi pelebaran kesenjangan antara negara maju dan berkembang.
Selain itu, pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi mengindikasikan perspektif yang lebih pesimistis pada perekonomian tahun ini dan tahun depan. Hal ini bisa menjadi
Ketua bank sentral AS The Fed Jerome Powell memastikan bahwa lembaganya akan menaikkan suku bunga acuan dan mereduksi neraca keuangannya yang gendut sembari meminimalisasi dampaknya terhadap ekonomi AS. Powell mengungkap hal tersebut di hadapan pembuat kebijakan dan investor, kemarin.
Pengetatan moneter The Fed dapat diartikan sebagai penghentian stimulus bagi perekonomian AS. Namun, Powell menjelaskan bahwa langkah yang diambil ialah normalisasi kebijakan, bukan restriksi bagi perekonomian AS yang dianggap overheating. Gara-gara pidato Powell yang meyakinkan tersebut, indeks S&P cuan 0,9% dan harga minyak dunia terbang 3,52% dalam sehari.
Pola komunikasi dari ketua bank sentral dalam menjelaskan langkah kebijakan moneter berikut dampaknya kepada para stakeholders merupakan poin penting yang menentukan respons pasar. Meski pengetatan kebijakan moneter tergolong kurang populis, namun komukasi yang baik membuat pasar merespons optimis langkah The Fed. Terbukti dengan melonjaknya indeks S&P dan harga minyak dunia yang mencerminkan prospek perekonomian AS yang cerah.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Bloomberg, Bisnis, Tempo, CNBC Indonesia
Bagikan artikel ini