Rangkuman kabar Selasa (9/10) mengulas laporan terbaru bank sentral Amerika Serikat The Fed yang menyebut bahwa pelaku pasar saat ini lebih khawatir pada inflasi dan pengetatan moneter dari pada pendemi COVID-19. Di samping itu, harga batu bara kini mulai menanjak kembali setelah ciut beberapa waktu lalu.
Yuk, simak selengkapnya di Rangkuman Kabar berikut!
Bank Indonesia memproyeksikan kenaikan penjualan eceran dan inflasi pada Desember 2021. Hal itu tercermin dari Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) dan Indeks Ekspektasi Harha Umum (IEH) yang dirilis BI pada hari ini.
BI mencatat, IEP Desember terbilang 155,2, atau naik dari 128,7 di November. Sementara IEH Desember naik tipis dari 124,8 bulan lalu menjadi 128,4 bulan ini. Kenaikan tersebut disebabkan oleh ekspektasi kenaikan aktivitas konsumsi yang biasanya terjadi saat libur natal dan tahun baru.
Jika inflasi diperkirakan naik di akhir tahun, maka hal itu bisa mengerek tingkat inflasi secara tahun penuh (full year) 2021. Nah, data tersebut bisa menjadi pegangan BI untuk menentukan arah kebijakan moneter ke depan.
Selain itu, jika BI meramal kenaikan inflasi bulan depan, maka terdapat harapan bahwa konsumsi masyarakat akan bertumbuh. Sekadar informasi, konsumsi masyarakat adalah komponen utama pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) US$215,63 per metrik ton pada November 2021, alias naik 33% dibanding bulan lalu.
Sekadar informasi, HBA merupakan harga rata-rata index Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX) Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya. Harga ini berlaku sebagai penentuan harga pada titik serah penjualan free on board di atas kapal pengangkut selama satu bulan ke depan.
Kenaikan HBA disebabkan oleh kenaikan permintaan China menyusul masuknya musim dingin dan cuaca buruk yang mempengaruhi produksi batu bara negara tirai bambu tersebut.
Dengan demikian, maka HBA telah melesat 284% secara tahun kalender. Adapun HBA Januari 2021 tercatat di level US$75,84 per metrik ton.
Kenaikan harga batu bara secara umum akan membuat posisi ekspor Indonesia meningkat. Implikasinya, surplus neraca perdagangan Indonesia akan meningkat dan cadangan devisa semakin tebal. Adapun BI kerap menggunakan cadangan devisa untuk mengintervensi pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Selain itu, kenaikan harga batu bara juga meningkatkan penerimaan negara dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pertambahan penerimaan, berapa pun jumlahnya, bisa mengurangi porsi pembiayaan dalam APBN sehingga beban utang dan pembayaran bunga utang negara tahun anggaran mendatang bisa berkurang.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Brazil Niat Gajian Pakai Kripto, Devisa China Bangkit
The Fed menyebut 70% pelaku pasar saat ini lebih mengkhawatirkan tingkat inflasi yang menggila dan kebijakan pengetatan moneter bank sentral ketimbang pandemi COVID-19. Fakta itu terungkap dari laporan The Fed yang dirilis baru-baru ini.
Bank sentral AS itu menyebut, kekhawatiran atas inflasi menjadi fokus pelaku pasar setidaknya antara 12-18 bulan mendatang. The Fed sendiri mengakui bahwa inflasi merupakan salah satu kekhawatiran terbesarnya. Topik ini membuat perdebatan mengenai wacana kenaikan suku bunga terus bergulir.
Namun, The Fed juga menyimpulkan bahwa kekhawatiran akan inflasi dan kebijakan moneter sebetulnya bermuara pada ketidakpastian.
Inflasi yang terlalu tinggi saat pertumbuhan ekonomi sedang stagnan atau stagflasi mengikis kekayaan masyarakat. Dengan tingkat bunga acuan yang mendekati nol, instrumen investasi konvensional tidak dapat melindungi nilai investasi para investor dari inflasi.
Fenomena ini mendorong masifnya pertumbuhan pasar cryptocurrency dan alternatif investasi lainnya yang menawarkan imbal hasil tinggi dengan risiko yang juga tinggi. Perilaku spekulatif masyarakat ini juga menjadi salah satu perhatian bank sentral dan pemerintah yang perlahan mulai mengakomodasi regulasi pasar kripto guna melindungi masyarakat yang berinvestasi di sana.
China meramal pernyaluran kredit perbankan sebesar 800 miliar Yuan pada Oktober, atau melorot drastis dibanding September 1,66 triliun Yuan.
Meski susut drastis secara bulanan, penyaluran kredit Oktober naik secara tahunan. Tahun lalu estimasi penyalurannya hanya 689,8 miliar yuan.
People Bank of China (PBoC) merespons sejumlah indikasi stagflasi, salah satunya perlambatan penyaluran kredit dengan menyusun langkah untuk kembali melonggarkan kebijakan moneternya. Harapannya, kebijakan yang longgar dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang tengah stagnan.
Kredit perbankan identik dengan ekspansi usaha dan geliat daya beli, sekaligus salah satu instrumen yang mengeksekusi kebijakan moneter suatu negara. Sehingga, penurunan tingkat penyaluran kredit mengindikasikan bahwa aktivitas konsumsi dan investasi ikut melambat. Hal itu, sayangnya, bisa mengancam pertumbuhan ekonomi China.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Reuters, Bisnis Indonesia, Kontan
Bagikan artikel ini