Rangkuman kabar hari ini, Kamis (2/9) masih dipenuhi soal efek tapering. Namun, terdapat pula kabar mengenai ekspansi dagang pemerintah yang ngebet mendorong ekspor ke Uni Emirat Arab.
Yuk, simak selengkapnya di rangkuman kabar berikut!
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menandatangani pakta Indonesia-Uni Emirat Arab Comprehensive Economic Partnership Agreement alias CEPA dengan Menteri Perdagangan Internasional UEA Thani bin Ahmed Al Zeyoudi di Bogor hari ini.
Targetnya, perundingan dagang ini akan mendongkrak ekspor barang industri dan berteknologi tinggi ke kawasan UEA. Hal ini merupakan implementasi realisasi hilirisasi industri yang sedang digagas pemerintah.
Sebagaimana diketahui, hingga semester I/2021, neraca dagang Indonesia dengan UAE masih defisit dengan total nilai perdagangan US$1,86 miliar. Adapun komoditas ekspor utama ke kawasan itu adalah minyak sawit, perhisan, tabung dan pipa besi, mobil, kendaraan bermotor serta kain tenun sintetis.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Inflasi Super Rendah, OPEC Ramal Minyak Kian Laris
Penjajakan ekspor ke Uni Emirat Arab adalah salah satu upaya Indonesia untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional. Hal ini bisa menjadi bemper ekspor Indonesia jika terjadi tensi geopolitik antar negara-negara mitra ekspor tradisional Indonesia, seperti China dan Amerika Serikat.
Selain itu, jika perundingan dagang ini berjalan mulus, maka neraca dagang Indonesia dengan UEA bisa berpotensi surplus sehingga mengurangi beban bagi defisit transaksi berjalan dan menambah cadangan devisa. Cadangan devisa sendiri digunakan Bank Indonesia sebagai amunisi untuk mengintervensi pasar valas demi menstabilkan nilai tukar Rupiah.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Indonesia Siap Pensiun dari Negara Konsumtif
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjabarkan sejumlah jurus Bank Indonesia menghadapi dampak tapering yang rencananya akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat, The Fed, di tahun ini. Tak hanya mengandalkan bunga acuan dan membeli surat utang negara, BI juga aktif mengintervensi pasar spot, Domestic Non-Delivery Forward (DNDF) dan juga membeli surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
Menurut Perry, jurus-jurus itu dipelajari dari pengalaman krisis di masa lalu, yakni dengan merelaksasi kebijakan makroprudensial melalui bauran kebijakan agar lebih cepat terasa efeknya.
Tapering adalah kebijakan di mana The Fed mengurangi pembelian instrumen berharga, yang menyebabkan pengetatan jumlah Dolar AS beredar. Jika itu terjadi, maka nilai Dolar AS akan meningkat dan bikin investor lebih senang menggenggam Dolar AS. Alhasil, arus modal keluar tak terbendung dari Indonesia.
Maka dari itu, respons Bank Indonesia memang diperlukan untuk mengantisipasi hal tersebut agar tapering tidak bikin ekonomi Indonesia sengsara.
People Bank of China akan menyediakan dana 300 miliar Yuan atau sekitar US$46,4 miliar untuk membiayai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam bentuk pinjaman murah. Langkah ini merupakan stimulus lanjutan untuk mendongkrak perekonomian China yang sempat kehilangan momentum pemulihan pasca pandemi.
“UMKM menciptakan 90% lapangan kerja dan berkontribusi lebih dari 60% dari total pendapatan domestik bruto. Sejak awal tahun, meningkatnya biaya produksi dan operasional membuat harga komoditas melonjak, ditambah dengan meningkatnya utang (UMKM) dan dampak Covid 19, bencana alam, UMKM telah menghadapi banyak kesulitan. Usaha mikro belum pulih dan ini harus ditanggapi dengan serius,” papar Perdana Menteri Dewan Negara China Li Keqiang.
Berbeda dengan mayoritas bank sentral negara maju lainnya yang sedang mengambil ancang-ancang mengetatkan perekonomian, bank sentral China diprediksi masih terus menggelontorkan stimulus moneter hingga beberapa bulan mendatang.
UMKM dianggap sebagai salah satu tokoh sentral perekonomian China berkat tingginya kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan perolehan GDP China. Karenanya, UMKM dapat giliran memperoleh stimulus moneter PBoC dalam rangka mengungkit pertumbuhan ekonomi negara tirai bambu tersebut.
Baca juga: Kabar Sepekan: Spekulasi Tapering Kuat, RI Tebar Insentif Pasar Modal
Australia, Singapura, Malaysia dan Afrika Selatan akan melakukan uji coba proyek mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Proyek ini berupa prototype platflorm bersama untuk transaksi lintas batas menggunakan beberapa CBDC yang memungkinkan transaksi bersama antar lembaga keuangan.
Sementara ini, CBDC masih diujicobakan di dalam negeri. Jika berhasil, platform bersama ini akan memfasilitasi transaksi internasional yang lebih efisien dan murah.
Proyek uji coba terpisah juga tengah dilakukan oleh China, Hongkong, Thailand dan Uni Emirat Arab. Tak ketinggalan, Bank Indonesia pun sedang mengembangkan CBDC dalam negeri meski belum masuk tahap uji coba.
Di satu sisi langkah bank sentral tersebut akan bikin transaksi internasional lebih efisien dan mungkin ikut mengoreksi kekeliruan yang dibuat oleh perjanjian Bretton Woods yang membuat kita terlalu bergantung pada Dolar AS. Namun di sisi lain, ini bisa jadi sentimen negatif bagi ekosistem cryptocurrency yang baru saja berkembang pesat.
Sumber: China Daily, CNBC, Antara, Bisnis Indonesia
Bagikan artikel ini