Rangkuman kabar Rabu (29/9) mengutip tingginya permintaan batu bara yang jadi perbincangan hangat hari ini.
Di tengah tingginya permintaan batu bara, produksi batu bara Indonesia malah turun drastis. Berdasarkan data Minerba One Indonesia (MODI), produksi batubara nasional sepanjang September mencapai 35,47 juta ton. Padahal, di bulan Agustus produksi batu bara nasional mencapai 51,46 juta ton.
Tak hanya produksinya, namun realisasi penyaluran domestik dan ekspor juga mengalami menurunan masing-masing 5,16 ton dan 5,62 ton. Jika dibandingkan Agustus, realisasi penyaluran mencapai 13,5 juta ton dan realisasi ekspor mencapi 20,65 juta ton.
Padahal, saat ini harga batu bara sedang berada di rekor tertingginya. Hari ini sata thermal Newcastle tembus US$210 per metrik ton imbas dari krisis energi China yang membuat permintaan meningkat.
Menipisnya produksi batu bara di tengah kenaikan harganya tentu akan bikin nilai ekspor batu bara Indonesia tak maksimal. Selain itu, minimnya realisasi penyaluran batu bara juga bikin pemerintah lebih sedikit mengantongi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) batu bara, yang menjadi salah satu sumber penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap dua potensi bahaya yang dapat mengganggu jalannya pemulihan ekonomi nasional. Yakni, kasus gagal bayar raksasa properti China, Evergrande dan ancaman gagal bayar pemerintah Amerika Serikat jika RUU Tambah Utang masih terganjal hingga 18 Oktober nanti.
Jika ekonomi nasional terancam kondisi eksternal, maka pemerintah diperkirakan akan menggeber kebijakan fiskal sebagai motor penggerak ekonomi nasional. Dengan demikian, maka defisit APBN Indonesia diperkirakan terus melebar hingga akhir tahun jika dua ancaman eksternal ini terus mengusik ekonomi dalam negeri.
Senat AS pada Selasa waktu setempat gagal meloloskan Rancangan Undang-Undang demi menaikkan pagu utang AS agar pemerintah AS tidak mengalami shutdown. Kenaikan pagu utang ini juga ditujukan agar pemerintah AS tidak mengalami gagal bayar kredit (default) pada bulan depan.
Kegagalan ini disebabkan oleh kubu oposisi Partai Republik yang menghalangi pengesahan RUU tersebut. Padahal, tahun fiskal AS baru akan jatuh pada Jumat (1/10) mendatang.
RUU itu dibutuhkan demi mencegah pemerintahan AS shutdown gara-gara kekurangan biaya. Namun, shutdown-nya pemerintahan AS akan sangat berdampak buruk bagi perekonomian, utamanya saat ini ketika AS “dihajar” pandemi COVID-19.
Sebab, pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden memiliki banyak agenda stimulus fiskal yang sedianya bisa menopang pertumbuhan ekonomi AS ke depan, sehingga kekurangan anggaran akan berdampak parah terhadap pemulihan ekonomi negara Paman Sam tersebut.
The Swiss Financial Market Supervisory Authority (FINMA) telah memberikan restu untuk menjadikan Crypto Market Index Fund sebagai crypto fund pertama yang legal menurut hukum Swiss.
Sebagai prasyaratnya, fund ini dibatasi hanya diperuntukkan bagi investor berkualifikasi. Kapitalnya diinvestasikan sebagian besar kepada aset kripto dan aset digital berbasis blockchain lainnya.
Selain itu, Crypto Market Index Fund hanya boleh diinvestsikan pada aset kripto terkemuka dengan volume transaksi harian yang besar.
Semakin banyaknya pengakuan negara di dunia terhadap aset kripto akan meningkatkan kredibilitas aset kripto sebagai salah satu instrumen investasi. Ini merupakan sentimen positif bagi pasar kripto yang belakangan banyak diterpa kabar tak sedap.
Sumber: Coin Telegraph, Bloomberg, Reuters, Bisnis Indonesia, CNBC Indonesia
Bagikan artikel ini